Transformasi Angke Kapuk, dari Lahan Rusak Menjadi Hutan Mangrove Penjaga Utara Jakarta
Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk di Jakarta dikenal dengan sebutan Miracle of Mangrove Reserve. Tempat ini menjadi saksi bisu atas perjuangan yang panjang dalam pemulihan ekosistem mangrove yang telah mengalami kerusakan parah akibat aktivitas manusia.
Sejak pertama kali dibuka, angkat cerita tentang hutan mangrove di kawasan ini dapat menjadi pelajaran berharga. Di tahun 1967, area ini merupakan hutan mangrove lebat, namun terus merosot hingga mengalami kerusakan yang signifikan.
Kondisi terparah tercatat pada tahun 1995, di mana hanya sekitar 10 persen dari pohon mangrove yang tersisa. Hal ini mengganggu keseimbangan ekologis dan mempengaruhi kehidupan satwa di kawasan sekitar.
Kronologi Kerusakan dan Usaha Pemulihan Ekosistem Mangrove
Kerusakan ini bukan tanpa sebab, karena ditemukan praktik pembudidayaan ikan secara ilegal. Pada tahun 1997, pengelola resmi mendapatkan izin untuk membersihkan area yang telah rusak, dan proses ini membutuhkan waktu panjang hingga delapan tahun.
Restorasi ekosistem secara efektif mulai dilakukan pada tahun 2005, dengan fokus utama meningkatkan kembali tutupan mangrove yang telah hilang. Upaya ini melibatkan penanaman kembali pohon-pohon mangrove di area yang terdegradasi.
Berhasilnya program restorasi ini sangat menggembirakan, di mana pada tahun 2021, tutupan mangrove sudah mencapai sekitar 50 persen. Pencapaian ini memberi harapan baru untuk kelangsungan ekosistem di kawasan ini.
Keberhasilan Restorasi dan Pengaruh Terhadap Keanekaragaman Hayati
Pulihnya ekosistem mangrove berdampak signifikan terhadap habitat satwa liar. Hingga saat ini, TWA Angke Kapuk menjadi tempat tinggal bagi 286 spesies tanaman, 34 spesies mamalia, dan 75 spesies burung.
Menariknya, sembilan spesies reptil juga ditemukan di kawasan tersebut, menunjukkan betapa bermanfaatnya restorasi ini untuk keanekaragaman hayati. Beberapa spesies elang mulai memilih TWA Angke Kapuk sebagai habitat permanen mereka.
Keberadaan berbagai spesies ini menjadi indikasi bahwa ekosistem yang sehat dapat mendukung hidupnya banyak makhluk hidup. Hal ini menjadi pengingat pentingnya menjaga keberagaman hayati di setiap wilayah.
Kolaborasi Antar Pihak untuk Mencapai Tujuan Konservasi
Keberhasilan restorasi ekosistem ini tidak terlepas dari dukungan kolaboratif dari berbagai pihak. Salah satu contohnya adalah partisipasi dari Uni Eropa, yang meluncurkan inisiatif Green Diplomacy Week.
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran akan pentingnya penanaman mangrove di seluruh dunia. Melalui program-program seperti ini, pihak-pihak terkait dapat saling mendukung demi mencapai tujuan konservasi yang lebih tinggi.
Masyarakat lokal juga turut dilibatkan dalam proses ini, memperkuat rasa memiliki terhadap kawasan alam. Hal ini memberikan dampak positif, tidak hanya dari segi ekologi tetapi juga sosial-ekonomi masyarakat setempat.




